Social Icons

Jumat, 21 Maret 2014

Ulul Albab, Ciri – ciri dan Keutamaannya sebagai Hamba Allah

Pembahasan kali in mengenai Ulil Albab yang kalau diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menurut Terjemahan Depag adalah Orang – orang yang Berakal. Namun apakah setiap yang berakal adalah Ulul Albab? Ternyata Tidak!!! Setiap Ulul Albab adalah Orang yang berakal NAMUN TIDAK SETIAP orang berakal adalah Ulul Albab. Karena itu saya cenderung mempertahankan kata/teks aslinya dalam bahasa arab yaitu Ulul Albab, tidak menejermahkannya dalam bahasa Indonesia, sebab ternyata Ulul Albab adalah Sebutan/Gelar khusus yang hanya Allah peruntukkan bagi segolongan hamba-Nya tertentu saja. Gelar ini sangat terhormat dan mulia disisi Allah.
Ada beberapa kriteria dan syarat yang harus dipenuhinya agar tercapai derajad dan kedudukan tersebut. Saya sendiri baru mengetahuinya dan karena ingin agar pengetahuan tersebut tetap lestari maka saya mempostingnya disini, dan tulisan ini lebih saya tujukan untuk diriku sendiri, namun jika ada orang lain yang membacanya, saya mengharapkan ridho Tuhanku, Allah Yang Maha Suci, Raja yang Kudus dan saya berlindung kepada-Nya dari mengatakan sesuatu yang tidak aku lakukan.
  1. Ha Mim.
  2. Demi Kitab yang jelas.
  3. Kami menjadikan Al Qur’an dalam bahasa Arab agar kalian mengerti.
  4. Dan sesungguhnya Al Qur’an itu dalam ummul kitab di sisi Kami, benar -benar tinggi dan penuh hikmah.
  5. Maka apakah Kami akan berhenti menurunkan ayat – ayat Al Qur’an kepada kalian karena kalian adalah kaum yang melampaui batas?
(Q.S Az-Zukhruf[43]: 1-5)
Rasulullah SAAW bersabda: “Siapa yang membaca Al Quran, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari Kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia, keduanya bertanya: mengapa kami dipakaikan jubah ini: dijawab: “karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Quran“.
Hadits diriwayatkan oleh Al Hakim dan ia menilainya sahih berdasarkan syarat Muslim (1/568), dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya (21872) dan Ad Darimi dalam Sunannya (3257)
Siapakah Ulul Albab ini?
  1. Ulul Albab adalah orang berilmu yang mampu membaca ayat – ayat Allah di alam ini sebagaimana dalam riwayat berikut ini.
    Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw berkata: “Wahai ‘Aisyah saya pada malam ini beribadah kepada Allah SWT”. Jawab Aisyah ra: “Sesungguhnya saya senang jika Rasulullah berada di sampingku. Saya senang melayani kemauan dan kehendaknya” Tetapi baiklah! Saya tidak keberatan. Maka bangunlah Rasulullah saw dari tempat tidurnya lalu mengambil air wudu, tidak jauh dari tempatnya itu lalu salat. Di waktu salat beliau menangis sampai-sampai air matanya membasahi kainnya, karena merenungkan ayat Alquran yang dibacanya. Setelah salat beliau duduk memuji-muji Allah dan kembali menangis tersedu-sedu. Kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya berdoa dan menangis lagi dan air matanya membasahi tanah. Setelah Bilal datang untuk azan subuh dan melihat Nabi saw menangis ia bertanya: “Wahai Rasulullah! Mengapakah Rasulullah menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang terdahulu maupun yang akan datang”. Nabi menjawab: “Apakah saya ini bukan seorang hamba yang pantas dan layak bersyukur kepada Allah SWT? Dan bagaimana saya tidak menangis? Pada malam ini Allah SWT telah menurunkan ayat kepadaku. Selanjutnya beliau berkata: “Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya”.
    Ayat tersebut adalah
    190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat ayat – ayat bagi ulil albab,
    191. yaitu orang – orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (dan berdo’a), Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia – sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.

    (Ali Imran[3]: 190-191)
  2. Ulul Albab adalah orang yang bertaqwa karena mereka Beriman kepada Allah, sebagaimana dalam Qur’an Surah Ath Thalaq[65]: 10 sbb, 10. Allah menyediakan azab yang keras bagi mereka, maka bertakwalah kepada Allah wahai Ulil Albab, Orang – orang yang beriman. Sungguh Allah telah menurunkan peringatan kepadamu,

  3. Ulul Albab senantiasa dapat mengambil pelajaran dari setiap informasi yang diperolehnya baik itu informasi keburukan atau kebaikan untuk diambil pelajaran dan hikmah, karena mereka Takut Kepada Allah dan Takut terhadap Hisab yang Buruk, Memenuhi janji dan tidak melanggar perjanjian, menghubungkan apa yang diperintahkan Allah untuk menghubungkan, sabar karena mengharapkan rida Allah, Sholat dan berinfak, serta menolak kejahatan dengan kebaikan sebagaimana dijelaskan dalam Q.S ar-Ra’d[13]:19-22 sbb, 19. Maka apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan Tuhan kepadamu adalah kebenaran, sama dengan orang yang buta? Hanya Ulul Albab saja yang dapat mengambil pelajaran,
    20. (yaitu) orang yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar perjanjian,
    21. dan orang – orang yang menghubungkan apa yang diperintahkan Allah agar dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.
    22. Dan orang yang sabar karena mengharapkan keridhaan Tuhannya, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang – terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; Orang itulah (Ulil Albab) yang mendapat tempat kesudahan (yang baik),
    Jadi mereka Ulil Albab memiliki beberapa sifat – sifat atau kriteria yaitu:
    -. Senantiasa mengambil pelajaran dan mampu melihat kebenaran itu dengan Penglihatan Mata dan Penglihatan Hatinya
    -. Memenuhi Janji Allah dan tidak melanggar Janji
    -. Menghubungkan apa yang diperintahkan Allah
    -. Takut kepada Allah dan Takut kepada Hisab yang Buruk
    -. Sabar
    -. Melaksanakan Sholat
    -. Melaksanakan Infak / Sedekah
    -. Menolak Kejahatan dengan Kebaikan dengan cara yang baik
    Sedangkan Yang dimaksud dengan “menghubungkan apa yang diperintahkan Allah” adalah apa yang dilarang dalam ayat 25 pada surah ar-Ra’d tersebut sbb,
    25. Dan orang – orang yang melanggar janji Allah setelah diikrarkannya, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah agar disambungkan, dan berbuat kerusakan di bumi; mereka itu memperoleh kutukan dan tempat kediaman yang buruk.
    Saudaraku, Janji apakah itu sehingga sampai turun ayat berkaitan dengan itu? Pelajarilah tafsir ayat ini agar anda tidak salah jalan dan tidak salah pilih. Saya pribadi cenderung kepada penafsiran tentang Janji Kepemimpinan kepada Washi Rasul setelah Beliau Wafat yaitu Imam Ali as. Bahwa “memutuskan apa yang diperintahkan Allah agar disambungkan” ditujukan kepada orang – orang yang berbalik kebelakang menghianati Rasul sepeninggal beliau setelah sebelumnya berjanji menjadikan Imam Ali sebagai maula (wali) mereka, maka mereka telah memutuskan hubungan dengan ahlul bayt (Imam Ali as) yang seharusnya disambungkan atas perintah Allah.
    Ini hanya sekedar tambahan saja:
    “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu diantaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.”
    (Q.S An Nahl[16]: 92)

    Mereka berjanji pada rasul dan menampakkan kesetiaannya pada Rasul namun sepeninggal Rasul mereka melepaskan perjanjian mereka. Dan tahukah kalian apa janji mereka? Hal itu berhubungan dengan ar Ra’d:25 di atas. Golongan yang sedikit itu adalah golongan Imam Ali as. Dengan perbuatan mereka (memutuskan perjanjian dan kewalian kepada ahlul bayt yaitu Imam Ali as, dengan beranggapan bahwa kepemimpinan adalah Milik Umat bukan Milik Allah) itulah awal perselisihan Umat dimulai. Padahal Perintah Allah agar Menyambung apa yang seharusnya disambungkan adalah untuk mencegah perselisihan Umat yaitu hanya berwali kepada satu saja yaitu Pengemban Washi Nabi yaitu Imam Ali as sebagai Khalifah Rasul Allah yang Sah.
    “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan.”
    Q.S Al An’am: 116
    “(Ingatlah), pada hari (ketika) Kami panggil setiap umat dengan Imam mereka masing – masing (bi imaamihim); dan barang siapa diberikan catatan amalnya di tangan kanannya mereka akan membaca catatannya (dengan baik), dan mereka tidak akan dirugikan sedikit pun.”
    “Dan barang siapa BUTA (a ‘maa) di dunia ini, maka di akhirat dia akan BUTA (a ‘maa) dan tersesat jauh dari jalan.”
    (Q. S Al Israa: 71 – 72)
    “Dialah yang mengutus pada kaum yang buta huruf seorang rasul (Muhammad) diantara mereka, yang membacakan kepada mereka ayat – ayat-Nya, dan Dia menyucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah, dan sesungguhnya mereka dari sebelumnya benar – benar dalam kesesatan yang nyata.”
    (Q.S Al Jumu’ah[62]: 2)
    “54. Ataukah mereka dengki kepada an naas (Muhammad) atas karunia yang telah diberikan Allah kepadanya? Sungguh, Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada Keluarga Ibrahim (aala Ibraahiim), dan Kami telah memberikan kepada mereka kerajaan (mulkan) yang besar (‘adziyma).”
    “55. Maka di antara mereka (orang yang dengki itu), ada yang beriman kepadanya (aamanu bihi=masuk Islam) dan ada yang menghalangi (manusia beriman) kepadanya (shodda ‘anhu). Cukuplah (bagi mereka) neraka Jahannam yang menyala-nyala apinya.”
    (Q.S An Nisa[4]: 54-55)
    Allah mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada Ibrahim dan Keluarganya maka begitu pula kepada Muhammad dan Keluarganya (62:2). Allaahumma sholli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad. Maka Hikmah hanya diketahui dengan baik oleh Muhammad dan Keluarganya, maka sudah menjadi kewajiban orang beriman untuk bertanya kepada mereka atau BERIMAM kepada mereka (ahlul bayt). Ternyata orang – orang yang beriman masih ada yang dengki kepada Muhammad dan keluarganya, dan kedengkian itu DITAMPAKKAN saat Muhammad SAAW wafat, dan kedengkian itu mulai dilancarkan kepada ahlul bayt yaitu Imam Ali+Fatimah dan keturunan mereka. Padahal ahlul bayt (Imam Ali+Fatimah) kepada mereka diajarkan Kitab dan Hikmah. Sekarang silahkan analisis ayat 4:54 di atas, bukankah yang dimaksud bahwa Muhammad dan Keluarganya juga diberikan karunia yang serupa dengan apa yang diberikan kepada Ibrahim dan keluarganya?
    Anda tentu tahu bacaan sholawat dalam tasyahud saat sholat bukan? Allah menyediakan Jahannam kepada orang – orang yang dengki tersebut baik mereka beriman maupun tidak. Iblis pun beriman namun dia tidak luput dari siksa. Allah telah memberikan kerajaan kepada keluarga Ibrahim, apakah mungkin jika Allah tidak memberikan kerajaan kepada keluarga Muhammad SAAW? Sedangkan Muhammad SAAW adalah Penghulu para Nabi? Penutup para Nabi dan kekasih Allah? Sehingga Namanya pun disandingkan sesudah Nama Allah? Karunia yang Allah berikan kepada Ibrahim dan Keluarganya yaitu Kerajaan yang besar adalah merupakan Sistem Pemerintahan Ilahi. Demikian pula karunia yang diberikan kepada Muhammad dan Keluarganya yaitu Kitab dan Hikmah dan Kerajaan sebagaimana Keluarga Ibrahiim adalah Sistem Pemerintahan Ilahi dimana Mereka di sebut Para Imam yang diangkat dan ditunjuk oleh Allah sebagai wakil-Nya di bumi menjadi bagian dari sistem Pemerintahan atau Kerajaan Allah, mereka tunduk kepada Allah maka pengikutnya juga tunduk kepada Allah. Para Imam ber-wali kepada Allah maka para pengikutnya juga berwali kepada Allah.
    “Tidak ada paksaan dalam agama (Ad Dien), sesungguhnya telah JELAS antara jalan yang BENAR dengan jalan yang SESAT. Barangsiapa ingkar kepada taghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
    “Allah Pelindung (Wali) orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang – orang kafir, pelindung – pelindung atau wali – wali mereka (Auliya uhum) adalah taghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal didalamnya.”
    (Al Baqarah: 256-257)
  4. Ulul Albab akan menempati Surga ‘Adn bersama keluarga mereka yang Shaleh yaitu mulai dari Nenek Moyang Mereka (mulai dari orang tua sampai ke atas), Pasangan – pasangan Mereka (Namun tidak menutup kemungkinan adalah Saudara Mereka asalkan mereka termasuk shaleh), Anak Cucunya (Anak – anak ke bawah dan seterusnya) yaitu dalam Q.S Ar-Ra’d[13] ayat 23 sbb, 23. (yaitu) surga – surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang saleh dari nenek moyangnya, pasangan – pasangannya dan anak cucunya, sedang para malaikat masuk ke tempat – tempat mereka dari semua pintu.
  5. Ayat – ayat mutasyabihat hanya bisa dipahami oleh Ulul Albab sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Ali Imran[3]:7 sbb, 7. Dialah yang menurunkan Kitab (Al Qur’an) kepadamu. Didalamnya ada ayat – ayat yang Muhkamat, itulah pokok – pokok kitab dan yang lain Mutasyabihat. Adapun orang – orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti apa yang samar – samar darinya (mutasyabihat) untuk mengharapkan fitnah dan mengharapkan takwilnya, dan tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang – orang yang mendalam ilmunya berkata, kami beriman kepadanya, semuanya dari sisi Tuhan kami. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali Ulul Albab.
    Ayat ini sangat sukar dipahami jika belum mencapai derajat Ulul Albab. Sungguh dalam ayat ini tersingkap rahasia dan hikmah yang besar. Dengan ayat ini Allah memisahkan/menyeleksi hamba- hamba-Nya atas sebagian hamba – hamba-Nya yang lain.
  6. Ulil Albab selalu mengambil pelajaran dari kisah (Sejarah) terdahulu baik yang sudah lama (Nabi dan Umat Terdahulu sebelum Muhammad SAAW) ataukah yang belum lama terjadi (Umat Islam dll) sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Yusuf[12]:111 sbb, 111. Sungguh pada kisah – kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi Ulul Albab. Itu (Al Qur’an atau khususnya kisah yang dijelaskan dalam Surah Yusuf ayat 1 – 110 di atas) bukanlah cerita yang dibuat – buat, tetapi membenarkan (kitab – kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan petunjuk dan rahmat bagi orang – orang yang beriman.

  7. Ulul Albab senantiasa membaca Al Qur’an untuk mendapatkan pelajaran sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Ibrahim[14]: 52 sbb, 52. Dan ini (Al Qur’an) adalah penjelasan (yang sempurna, balagh) bagi manusia, agar mereka diberi peringatan dengannya, agar mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar Ulul Albab mengambil pelajaran.
  8. Ulul Albab senantiasa mentaddabburi Al Qur’an sbb, 29. Kitab (Al Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka mentaddabburi ayat – ayatnya dan untuk mengingatkan Ulul Albab. (Shad[38]:29)
    24. Maka mengapakah mereka tidak mau mentaddabburi al-Qur’an? Apakah karena hati mereka terkunci mati?” (QS 47:24)
    Mentaddabburi berarti memikirkan dan merenungkan lalu menghayati karena sudah memahaminya maka diamalkan.
  9. Ulul Albab senantiasa mengambil pelajaran dari setiap peristiwa misalnya kisah Nabi Ayyub yang dinyatakan dalam Q.S Shad[38]: 43 sbb, 43. Dan Kami anugerahi dia (Nabi Ayyub, dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan Kami lipat gandakan jumlah mereka, sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi Ulil Albab.

  10. Ulul Albab senantiasa dapat Menerima Pelajaran (Terbuka untuk mempelajari hal – hal yang baru). Namanya juga belajar berarti membuka diri untuk setiap informasi yang belum diketahuinya atau setiap hal yang baru (misalnya informasi tentang Kepemimpinan Imam Ali as maukah dipikirkannya?) sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Az Zumar[39]:9 sbb,
    9. Apakah (orang kafir yang lebih beruntung ataukah) dia yang taat beribadah pada waktu malam dengan bersujud dan berdiri, dia takut (azab) akhirat dan dia mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, Apakah sama orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanyalah Ulul Albab yang dapat mengambil pelajaran.

    Menurut penafsiran lain, yang dimaksud dengan Dia (huwa) di sini adalah Imam Ali as, dimana beliau sangat takut kepada Tuhannya bahkan sering pingsan dan pernah dikira wafat oleh Salman al Farisy karena terbujur kaku di bawah pohon. Oleh Fathimah Az Zahra as memberitahu Salman untuk menyiramkan air, bahwa dia (Imam Ali) selalu begitu sudah biasa mengalami begitu.
    Jadi ayat itu ditujukan kepada Imam Ali, sehingga jika penafsiran itu benar, maka Ulil Albab adalah Pengikut Imam Ali yang menolong beliau, membantu beliau, serta berwali kepada beliau sepeninggal Nabi Muhammad SAAW.
  11. Ulul Albab senantiasa menyaring informasi yang didengarnya yaitu dengan cara mendengarkan perkataan lalu mengambil apa yang terbaik dari perkataan itu. Jadi Ulul Albab itu adalah Kelompok Pendengar Yang Paling Baik diantara manusia sebagaimana dijelaskan dalam Az Zumar[39]: 18 sbb, 18. (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang – orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah Ulul Albab.
  12. Ulul Albab senantiasa mempelajari Alam Sekitar (planet Bumi) yang merupakan kalangan cendekiawan atau intelektual dari berbagai disiplin ilmu: biologi, kimia, fisika, matematika, geologi, geografi, astronomi, dan sebagainya sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Az Zumar[39]: 21 sbb, 21. Apakah engkau tidak memperhatikan, bahwa Allah menurunkan air dari langit, lalu diaturnya menjadi sumber – sumber air di bumi, kemudian dengan air itu ditumbuhkan-Nya tanaman – tanaman yang bermacam – macam warnanya, kemudian menjadi kering, lalu engkau melihatnya kekuning – kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai – derai. Sungguh pada yang demikian itu terdapat peringatan/pelajaran bagi Ulil Albab.
  13. Ulul Albab juga mempelajari petunjuk yang benar yang disampaikan Allah kepada Musa dan Kitab yang Hak yang diwariskan kepada Bani Israil sebagaimana dinyatakan dalam Q.S Al gahfir[40]:53-54 sbb, 53. Dan sungguh Kami telah memberikan petunjuk kepada Musa, dan mewariskan Kitab kepada Bani Israel,
    54. untuk menjadi petunjuk dan peringatan/pelajaran bagi Ulil Albab.
    Kitab yang dimaksud tidak berarti harus Taurat, sebab disini tidak disebutkan Taurat melainkan Kitab secara Umum, dimana sebutan Kitab biasa disebutkan dalam kata lain yaitu Kataba atau ketetapan. Maka bisa juga bermakna kemajuan Sains dan Teknologi yang dimiliki oleh Israel saat ini (Allah mewariskan kepada mereka) harus dapat dikuasai dan dipelajari oleh Ulil Albab. Petunjuk yang benar dari Musa kepada Bani Israel itulah yang telah mendarah daging dalam kehidupan mereka menjadi sifat kebiasaan dan tabiat “yang baik” mereka dan mengantarkan kemajuan Sains dan Teknologi bagi Bani Israel. Yang saya maksud tabiat/kebiasaan yang baik ini tentu kita hanya mengambil yang baik saja sebagai mana dalam Az Zumar: 18, karena Allah telah mewariskan kebiasaan – kebiasaan baik itu kepada mereka, maka kita harus menirunya (yang baik – baik saja).
    Perhatikanlah ucapanku ini wahai saudaraku: Selagi Umat Islam Belum Berhasil Meniru Kebaikan Mereka Maka Umat Islam Tidak Akan Menang Terhadap Mereka, Sebab Allah Berkehendak Mewariskan Petunjuk Musa dan Warisan Kitab kepada Umat Islam.

  14. Ulul Albab yang bertakwa akan mendapatan keberuntungan sebagaimana dalam Q.S Al Maidah[5]:100 sbb, 100. Katakanlah, tidaklah sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya keburukan itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah wahai Ulil Albab agar kamu beruntung.
  15. Tidak ada yang akan mampu mendapatkan pelajaran hikmah kecuali Ulul Albab sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an sbb,
    269. Dia memberi hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali ulul albab.

    (Al Baqarah[2]: 269)

Delapan Ciri Ulil Albab

Ulil Albab bukanlah sekadar punya akal, tetapi dia adalah intelektual muslim yang berpikir secara ilmiah. Selain itu, dia juga berpikiran cemerlang melalui penelitian dan analisis terlebih dahulu guna melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah.

Agar manusia tidak mengklaim diri sebagai ulil albab, maka Al-Qur'an mengemukakan delapan ciri yang harus dimiliki, diantaranya sebagai berikut.






1. TAKUT AZAB ALLAH
Taku kepada Allah membuat seorang ulil albab tidak mau menghasilkan konsep  yang tidak benar. Allah berfirman,

"Allah menyediakan azab yang keras bagi mereka, maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang mempunyai akal (yaitu) orang-orang yang beriman. Sungguh, Allah telah menurunkan peringatan kepadamu." (Ath-Thalaaq : 10)

2. BELAJAR DARI KITAB DAN SEJARAH
Kitab yang datang dari Allah dan sejarah masa lalu merupakan rujukan penting untuk berpikir bagi ulil albab. Allah berfirman,
"Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al Qur'an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Yusuf : 111)

3. ZIKIR DAN PIKIR
Bagi seorang ulil albab, berzikir dengan berpikir merupakan bagian yang tak terpisah. Apalagi dalam memahami alam semesta. Allah berfirman,
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), 'Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka." (Ali Imran : 190-191)

4. MENDAPAT HIKMAH DARI ALLAH
Hikmah membuat seorang ulil albab luas wawasannya, berpikirnya selalu disesuaikan dengan nilai-nilai Al-Qur'an. Allah berfirman,
"Dia memberi hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat (Al Baqarah : 269)

5. MENDALAMI ILMU
Ulil Albab selalu menuntut ilmu sehingga hilang keraguannya kepada kebenaran Islam dan punya tekad untuk menegakkannya. Allah berfirman,
"Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, 'Kami beriman kepadanya (Al Qur'an), semuanya dari sisi tuhan kami. 'Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal." (Ali Imran : 7)

6. MENTAUHIDKAN MASYARAKAT
Masyarakat yang memiliki keyakinan dan perilaku syirik tidak akan dibiarkan oleh ulil albab, dia berusaha mentauhidkan-Nya. Allah berfirman,
"Dan (Al Qur'an) ini adalah penjelasan (yang sempurna) bagi manusia, agar mereka diberi peringatan dengannya, agar mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang yang berakal mengambil pelajaran (Ibrahim : 52)

7. KRITIS
Ulil Albab kritis terhadap pemikiran sehingga dia hanya mengikuti yang benar. Hatinya sudah dapat memfilter yang mana haq dan batil. Allah berfirman,
"(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat." (Az Zumar : 18)


8. MEMPERTAHANKAN KEBENARAN
Meskipun kebatilan semakin merajalela, ulil albab selalu mempertahankan kebenaran walau hanya seorang diri. Allah berfirman,
"Katakanlah (Muhammad), 'Tidaklah sana orang yang buru dengan yang baik, meskipun banyaknya jeburukan itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat, agar kamu beruntung (Al-Maa'idah : 100)
Wallahu'alam..


Sumber : http://studia-samarinda.blogspot.com